Kamis, 13 Januari 2011

Kisah Seorang Gagapwan Tetapi Tidak Gagapwati

Pada suatu hari, seorang anak yang berbicara gagap terlihat sangat menyesali dirinya. B...b...beLL...iii...Pp..Pp..Er...Men. Begitu kurang lebih pelafalan fonem setiap kali ia berbicara. Selalu terbata-bata, tersendat-sendat, tergagap-gagap, terhuyung-huyung, terengah-engah, dan entahlah bila ada istilah lainnya silakan tuliskan di kolom ini (.....................................). 
            Anak itu merasa malu, minder, karena jangankan tampil di muka umum dan memiliki kawan-kawan banyak. Berbicara pun ia sulit. Sangat sulit. *Untunglah Air kini So Dekat*. Bahkan pernah pada suatu ketika, saat menaiki sebuah angkot dan hendak berkata KIRI untuk memberhentikan angkotnya. Anak tersebut tidak mampu berbicara KIRI. Yang keluar hanyalah pelafalan fonem Kkk...Kkk...Kkk...Kiiiiii.....Rrrrrii...! Alhasil, karena ketidaklancaran berbicara itu ia harus rela berjalan balik lagi sekitar 1 km ke tempat seharusnya ia berhenti.
          SD, SMP, SMA, ia dikenal sebagai anak yang gagap (betah amat). Saat memasuki dunia kampus, di Jurusan Sastra Indonesia (berbicara dan menulis adalah tuntutannya), ia begitu terpesona melihat kakak tingkatnya berorasi bergitu piawainya. Beretorika begitu lincahnya. Berdeklamasi begitu indahnya. Kasihan anak lelaki itu, ia hanya bisa meratapi diri sambil berdoa...."Ya Allah...berikanlah aku kelancaran dalam berkata-kata; fasihkanlah tuturku; aku ingin menjadi seorang pembicara yang lancer, Ya Allah.....T_T"
Saya ulangi lagi ya dengan kalimat beda tentunya. Di kelas, di Jurusan Sastra Indonesia, tentu saja ada 4 keahlian yang harus dimiliki mahasiswanya, yaitu menulis, membaca, mendengar, dan berbicara. Nah...lantas apa yang dilakukan anak lelaki itu dikelasnya? 
            Anak lelaki itu di kelas hanya menjadi pemerhati, pendengar, dan pengangguk yang baik-baik saja. Bersahaja sekali anak lelaki itu bukan? Ia seperti itu karena ia benar-benar malu untuk berbicara. Bahkan pada suatu hari pernah ia memberanikan diri berbicara di depan kelas hanya untuk "sekadar" bertanya. Hasilnya?
"Pp...Pp...Pp...a..! A....Kk...Kk...U....Mmm...Mmm...Mmmau Ttt....Ttnya....! Gerrrrrr......tertawalah seisi kelas.......T_T
            Lantas bagaimana cerita selanjutnya? Ya sudahlah diam saja, karena diam itu emas, diam itu sunyi, diam itu indah, diam itu berwibawa (pembelaan karena ketidakmampuan). Bagaimana nilai kuliahnya bila seperti? pasrah saja........T_T.
            Malu, getir, prihatini, menyesali, (lupakan tata bahasa) dan perasaan negatif lainnya begitu sesak di dada anak tersebut. Anak lelaki itu kadang mempertanyakan dan bermunajat kepada Tuhannya, “Ya Allah…kenapa dia bisa lancar berbicara, aku tidak? Kenapa Ya Rabb? Ya Allah…lancarkanlah tuturanku; lancarkanlah tuturanku; lancarkanlah tuturanku (sambil “sedikit” terisak-isak tentunya T_T).
            Kun fa yakun…kata Allah! Barangkali inilah jalanku, Allah tidak membuatku langsung lancar berbicara. Allah hanya memberiku jalan. Apa jalannya? Jadilah seorang guru, maka Jadilah!
            Eitttssss…guru itu dimana-mana lancar bicaranya. Mana ada guru yang gagap? Apakah aku bisa? Cobalah…kata Allah pada suatu hari, melalui hati nur’aeniku. Maka…mulailah anak gagap itu mencoba menjadi guru honorer dengan satu niat tulus ikhlas. Ingin lancar berbicara! (heu…tentu saja menjadi guru honorer itu membutuhkan niat yang ikhlas, karena tahu sendirilah perhatian pemerintah dengan guru honorer itu seperti apa? *tolong jangan berbicara ihwal uang dengan guru honorer seperti saya ya…T_T).
            Hari pertama mengajar, serasa ada HP dengan nada dering “getar” di sekujur saya plus ada lem di bibir saya.
            Hari kedua mengajar, nada dering HP itu mulai hilang. Tetapi lem di bibir masih terasa kekuatannya.
Hari ketiga mengajar, lem di bibir saya sudah mulai mongering agaknya.
            Hari berikutnya, berikutnya, dan berikutnya...eng….ing…eng…,tuturanku lumayan lancar. HORE….
Lantas anak lelaki itu jadi apa? Tolong bantu ya…tolong bantu ya…tolong bantu ya…Bim salabim jadi apa? Prook….prok…prok….
            Anak lelaki itu membaca,  berbicara, membaca, berbicara, akhirnya kosakata makin bertambah dan berjejal. Informasi di otak mulai naik volumenya. Berbicara pun mulai semakin lancar. Anak lelaki itu kemudian hari selain menjadi guru honorer bekerja pula di perusahaan multimedia. Dan…hohoho…di perusahaan tersebut ia dituntut untuk selalu presentasi dan berbicara, bahkan mendongeng…! Alhamdullilah, anak lelaki itu kini tampak tidak lagi merasa kesulitan untuk berbicara, berkenalan, bahkan merayu seorang perempuan yang dahulu dijauhinya, ia kini sanggup! Percayalah! Horeeee…Bim salabim jadi apa? Prook….prok…prok….^_^
            Lelaki itu kini semakin percaya diri dalam berbicara, bertutur, berkata, berwacana, beretorika, bersua, dan entahlah istilah lainnya silakan isi sendiri (………………………………….). Anak lelaki itu pun kini dengan PD nya mulai melangkah memasuki dunia pascasarjana, sebuah dunia intelektual yang menuntut mahasiswanya untuk aktif mengeluarkan gagasannya dengan berpikir, berbicara, dan menulis. Dan marilah semua pembaca budiman, dengan segala kerendahan hati, kita doakan semoga anak lelaki itu tetap istiqamah, tetap selalu ingin belajar, dan pantang menyerah dalam mengarungi dunianya.

      SIMPULAN: Karena jam kerja mulai usai, dan penulis akan segera pulang, maka simpulan dari tulisan ini adalah:

1. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

2. Plus satu kata kunci: COBALAH!

          
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar