Minggu, 16 Januari 2011

Tokoh Lintas Agama VS Sang Raja


Konon di suatu masa, tinggallah seorang raja yang dicintai rakyatnya. Raja tersebut dicintai karena sosoknya yang gagah, pembawaannya yang tenang, dan tampak kharismatik sekali.

“Ah, dengan memiliki seorang raja seperti itu, tidak hidup sejahtera pun saya bangga. Bangga karena bila ia bersanding dengan raja-raja lainnya di seluruh kerajaan di dunia, secara fisik ia tidak kalah.” Ujar salah seorang jelata sambil menatap foto raja yang sedang tersenyum gagah di kausnya.

Mayoritas rakyat mencintainya. Mayoritas rakyat memujanya. Mayoritas rakyat mengelu-ngelukannya. Dengan sososknya yang tampak kebapaan, rakyat berharap raja tersebut dapat menjadi bapak bagi seluruh rakyat di kerajaannya.

Raja tersebut menyadari kelebihannya, sangat menyadari. Karena kesadarannya itulah, raja tersebut semakin ingin meyakinkan rakyatnya, bahwa ia adalah raja yang sarat dengan kelebihan.

Seakan merasa kurang dengan kelebihan fisik yang ia miliki, raja tersebut ingin rakyat melihat dirinya dengan semua adanya. Saat berpidato kepada rakyatnya, raja tersebut menunjukkan kebolehannya berbicara menggunakan bahasa gado-gado. Raja tersebut merasa yakin bahwa dengan bahasanya tersebut, semua rakyat akan mengerti dan memahami apa yang dikatakannya. Raja tersebut lupa, bahwa ada sosok bernama Jajang Surajang di negeri ini yang tidak tamat SD, mengerutkan kening saat melihat rajanya berpidato.

Buah-buahan mewah dan mahal seperti buah apel dipertontonkan pula oleh raja bersahaja tersebut saat berpidato. Entah apa maksudnya, barangkali raja tersebut ingin menunjukkan bahwa negaranya adalah penghasil buah apel terbaik dan terbanyak di dunia.

Kata-katanya bergema…ma…ma…ma…a…a, gerak-geriknya diatur, jalannya mantap, rambutnya tak ada yang rontok dan selalu klimis, bajunya tidak ada yang harganya ratusan……lebih!     

“Lihatlah kelebihanku! Lupakanlah kekuranganku.” Begitu barangkali raja itu berbicara kepada rakyatnya.
Raja kemudian merekrut patih-patih yang piawai bersilat lidah untuk berdiri di sisinya. Patih-patih tersebut berfungsi untuk memberikan pembelaan bila rajanya diserang. Patih-patih tersebut memberikan serangan balik bila melihat ada kelemahan dari si penyerang rajanya.

Sekali rajanya diserang, efeknya luar biasa! Serangan balik selalu datang tiba-tiba dan membabi buta!
Lalu bagaimana bila rakyatnya diserang? Bila rakyatnya disiksa? Bila Rakyatnya kelaparan? Sebentar….tunda dulu saja membicarakan rakyat. Tulisan ini sedang fokus membicarakan raja! Lewat dulu rakyatnya yaaa….

 Maka, karena merasa selalu ada dusta diantara kita, karena melihat rakyat sudah meradang, padahal raja tersebut begitu dicintai dan diharapkan rakyat, mau tidak mau, suka tidak suka, benci tidak benci, para tokoh-tokoh lintas keyakinan merasa harus turun tangan.

Tokoh-tokoh tersebut yang biasanya diam, tenang, sibuk mengurusi umat, kini harus berbicara lantang. Ada apa gerangan? Bukankah yang senantiasa berbicara lantang itu para politikus dan orang-orang yang haus kekuasaan?

Ada apa gerangan? Kenapa para tokoh keyakinan itu harus turun tangan?

 “Perlu tuan ra…ra…ra….ja ketahui. Tokoh-tokoh tersebut ha…ha….ha….nyalah kaki tangan, me…me…me…me…rekalah yang ditugaskan maju terlebih dah…dah…dah…ulu, sebelum rakyat sebagai pemegang kekuasaan tu…tu….tu….run tangan.” Ujar Amis Gagap berbicara atas nama rakyat.

“Oh….Tiddak Bissaaa….” Ujar suhe menjawab Amis Gagap. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar